Minggu, 02 Februari 2014

Peluru Zionis Lukai Lima Warga Gaza

AntiLiberalNews.com- GAZA -- Empat warga Palestina terluka, Jumat (31/1) waktu setempat, akibat terkena tembakan pasukan zionis Israel di Timur Jabalia, Gaza Utara, sehingga jumlahnya menjadi lima orang sejak siang kemarin.

Jubir menkes di Gaza, Dr. Ashraf Qudrah, mengatakan empat warga terluka terkena peluru zionis di Timur Jabalia. Mereka dilarikan ke klinik setempat untuk mendapatkan pengobatan.

Sebelumnya, seorang petani Palestina (27) terluka tembak di kaki. Dia dilarikan ke klinik di Bet Lahiya Timur.

Disebutkan bahwa pasukan zionis meningkatkan serangannya ke Gaza sejak awal tahun ini. Sebanyak enam orang warga gugur dan 34 lainnya mengalami luka-luka. [*]

sumber : RepublikaOnline

Makna Imlek Bagi Muslim Tionghoa

Antiliberalnews.com- Sejak dulu perayaan Imlek bukan hal asing bagi Xie Ching Ching, nama kecil Erlina Misniwati yang  lahir dan besar di lingkungan keluarga Tionghoa. Bahkan sejak menjadi muslimah, baginya Imlek  terasa tak jauh berbeda.
Dalam momen Imlek Sabtu (1/2) ini, media ABI berkesempatan mewawancarainya di tengah liburannya bersama keluarga di Mall Taman Anggrek, Grogol, Jakarta Barat.
Hadir berjilbab putih dipadu gaun merah, sebagai muslimah diakuinya tak ada masalah untuk sekadar mengucap Selamat Tahun Baru, sekaligus ikut berbelanja pernak-pernik Imlek bagi anggota keluarga yang merayakannya. “Gong Xi artinya kan selamat, Fat Cai itu makmur. Jadi, sekadar mengucapkan itu gak apa-apa, kan?”
Sebagai warga keturunan, pantang baginya lupa asal-usul dan akar budaya. “Jangan sampai dikatakan kacang lupa kulit, lah. Masak karena jadi Muslim, terus asal-usul kita buang? Kan Islam gak ngajarin kayak gitu. Justru kita harus jaga jangan sampai citra Muslim jadi jelek, kan?”
Prinsipnya menurut Erlina, selama tidak melanggar syariat seperti shalat, puasa, tidak makan makanan haram, tidak ada masalah. Ia tetap bisa bergaul dan bersosialisasi dengan keluarga dan temannya meski berbeda keyakinan.
Ditanya hubungannya dengan orangtua, terutama ibu, Erlina mengatakan “Meski berbeda keyakinan, soal menghormati ibu ya iya dong! Kan Nabi Muhammad sendiri pernah ditanya sahabat, siapa yang seharusnya paling kita hormati? Nabi menjawab ‘ibu’ sampai tiga kali. Apalagi ada istilah surga di bawah telapak kaki ibu,” pungkasnya. (*AhlulbaitIndonesia)

Spirit Ukhuwah Dalam Tradisi Imlek



Antiliberalnews.com- Kehebatan bangsa Cina sebagai pengarung samudera telah diakui dunia sejak lama. Bermodal kekuatan besar armada pelayarannya, terbukti hingga kini bangsa ini tersebar di seluruh pelosok dunia, termasuk Indonesia.
Lazimnya warga Cina pendatang, mereka selalu membentuk komunitas khusus di setiap wilayah yang ditempati, yang kemudian dikenal sebagai kawasan Pecinan. Menariknya, di manapun mereka hidup, masing-masing warganya tetap teguh menjunjung tinggi nilai-nilai budaya luhur dan peradaban besar nenek moyang mereka di negeri asal.
Selain itu, lebih dari sekadar hidup berkelompok di wilayah Pecinan, mereka pun mampu melakukan proses pembauran baik melalui cara pernikahan dengan warga lokal maupun dalam hal peralihan keyakinan dengan cara menganut agama mayoritas setempat. Tak heran bila di Indonesia, banyak di antaranya yang kemudian memeluk agama Islam.
Banyak dari komunitas Pecinan mendirikan masjid dengan gaya arsitektur dan nama yang khas. Salah satu buktinya adalah Masjid Lautze yang berdiri megah di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Sebagai pusat kegiatan kegamaan, masjid benar-benar dimanfaatkan oleh warga Muslim Tionghoa dengan cara unik untuk tetap menjaga ukhuwah antar mereka. Misalnya dengan tetap membanggakan simbol-simbol budaya dan tradisi leluhur sebagai sebuah pengikat persaudaraan antar sesamanya. Setidaknya sekali dalam setahun mereka masih tetap merayakan tahun baru Imlek bersama-sama, walaupun mungkin dengan prosesi yang agak sedikit berbeda, agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai tertentu dalam Islam.
“Kami tetap merayakan Imlek sebagai sebuah tradisi turun-temurun dari nenek moyang dengan cara saling mengunjungi keluarga untuk mempererat silaturahmi,” tutur Irwan Kusnadi, salah seorang jamaah masjid yang sempat kami wawancarai sebelum mengikuti acara tafakuran rutin tiap Sabtu siang di masjid Lautze.
Sementara Gatot Oei, salah seorang anggota PITI (Persatuan Islam Tioghoa Indonesia) yang kami wawancarai via telepon menjelaskan bahwa merayakan Imlek atau tahun baru Tionghoa bukanlah suatu keharusan bagi warga Muslim Tionghoa. Hal itu dilakukan sebagai wujud penghargaan atas budaya luhur Imlek, khususnya dalam hal tetap menjaga tali silaturahmi dengan sesama saudara lain yang bukan Muslim saja.
“Kita tetap ikuti tradisi perayaan Imlek ini dengan cara yang biasanya sedikit kita modifikasi sendiri. Misalnya dengan menghelat acara makan malam bersama keluarga sebagai ajang silaturahmi dengan orang tua atau saudara yang lebih tua. Ya sebatas itu lah, kira-kira,” jelas Gatot kepada media Ahlulbait Indonesia.
Seperti halnya Irwan dan Gatot, warga Muslim Tionghoa berpandangan bahwa selama prosesi tertentu Imlek tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, tentu akan tetap mereka ikuti. Mungkin hanya sebagian kecil dari tradisi itu yang sengaja mereka hindari, di antaranya soal prosesi sesembahan yang biasanya ditandai dengan pembakaran dupa.
Keteguhan menjaga tradisi warisan leluhur bernilai budaya tinggi yang dilakukan Muslim Tionghoa, kiranya patut kita acungi jempol. Terbukti perbedaan akidah dan keyakinan itu tidak lantas menjadikan hubungan kekerabatan antara mereka tercerai-berai.
Bagi warga Muslim Tionghoa, makna Imlek bukan hanya sebatas merayakan tahun baru Cina dengan harapan beroleh keselamatan dan kemakmuran di masa mendatang. Namun lebih dari itu, dalam Imlek juga mereka temukan tertanamnya nilai luhur ukhuwah sebagaimana Islam sangat menganjurkan memeliharanya, yaitu dengan cara memperkokoh tali persaudaraan dan persatuan sebagai sebuah ikatan yang tulus dan teguh.(*)

Sumber : AhlulbaitIndonesia

Palestina vs Zionis~Israel Ancam Perangi Jalur Gaza Lagi


Antiliberalnews.com-"Jika serbuan roket dari Gaza terus berlanjut, kita tak punya pilihan selain masuk ke dalam untuk menghilangkan Hamas dan memungkinkan Otoritas Palestina mendapatkan kembali kendali atas Jalur Gaza," kata Steinitz.

Israel kembali mengeluarkan ancaman perang terhadap Jalur Gaza dan mengatakan, roket yang ditembakkan dari wilayah Palestina menjadi alasan kuat bagi Tel Aviv untuk menyerang daerah itu.

Menteri Intelijen Israel, Yuval Steinitz pada hari Sabtu (1/2/14) mengatakan Tel Aviv harus segera menyerang Gaza dan menghancurkan kelompok perlawanan Palestina, Hamas.

"Jika serbuan roket dari Gaza terus berlanjut, kita tak punya pilihan selain masuk ke dalam untuk menghilangkan Hamas dan memungkinkan Otoritas Palestina mendapatkan kembali kendali atas Jalur Gaza," kata Steinitz.

Ini adalah ancaman kedua pejabat tinggi Israel dalam sebulan terakhir ini.

Akhir Desember 2013, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengancam akan menyerang Jalur Gaza setelah militer rezim meluncurkan beberapa serangan udara di Kota Gaza.

Eskalasi terus meningkat karena Israel telah mengintensifkan serangan udara dan darat terhadap daerah pesisir itu.

Pada hari Jumat (31/1/14), 10 orang terluka setelah pesawat tempur F-16 Zionis melakukan tiga serangan udara di bagian utara, timur dan selatan wilayah Palestina.
[*ISLAMTIMES]

Syiah Bukan ancaman NKRI

“Hanya keledai yang akan jatuh ke lubang yang sama dua kali.”
Ungkapan ini tak hanya sangat masyhur dan begitu akrab di telinga kita semua, namun lebih dari itu mampu memberi kita pelajaran dan penyadaran berharga tentang betapa naifnya kita manusia–yang bukan keledai–bila harus berulangkali jatuh di “lubang yang sama” itu. Karena itulah kepada kita dipesankan beragam tips jitu agar tak terjatuh pada lubang yang sama meski hanya dua kali, salah satunya dengan cara berupaya seserius mungkin mempelajari sejarah.
Begitu pun halnya perjalanan panjang bangsa kita yang besar ini sejak sebelum dan sesudah merdeka. Entah sudah berapa banyak kisah tertoreh dalam lembaran hari demi hari Republik Indonesia kita, tak terkecuali sejarah kelam kejamnya penjajahan dan bagaimana pahit getirnya upaya mempertahankan keutuhan NKRI karena berulangkali telah dikoyak sejumlah aksi pemberontakan.
Dalam masa-masa kelam itu, tercatat ada beberapa upaya pemberontakan rakyat atas pemerintah dan negara. Sebut saja Pemberontakan DI/TII, yang sering sekali disebut para guru sejarah kita semenjak kita masih duduk di bangku SD. Berikutnya ada Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), lalu Pemberontakan G30s/PKI, Republik Maluku Selatan (RMS), Pemberontakan Permesta dan masih banyak lagi yang lainnya.
Maka, agar tidak terjatuh pada lubang yang sama dua kali, kita wajib belajar dari sejarah pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Indonesia. Hal ini sangat perlu dilakukan setidaknya untuk mendeteksi, siapa sih sesungguhnya yang sesuai faktanya benar-benar mengancam NKRI?
Akhir-akhir ini, baik di dunai maya (situs internet) berupa artikel dan berita propaganda, maupun di dunia nyata, saat ratusan bahkan ribuan seminar digelar serentak dan beruntun di seluruh kota besar di negeri kita. Agenda kegiatan berbungkus seminar namun sejatinya berisi hujatan, ujaran kebencian dan penghunjaman stigma ke benak publik agar di antara kita mulai saling curiga satu sama lain, lalu saling benci, saling tuding karena merasa paling benar sendiri, dan pada akhirnya ukhuwah tak lagi kokoh terjaga, toleransi dan saling menghargai tak lagi dianggap berharga. Propaganda dan ‘seminar’ yang digagas sekelompok orang maupun golongan tertentu dengan mengangkat tema seragam minimal senada: “Syiah, Ancaman Bagi NKRI” sebagai isu besar yang seakan-akan benar dan nyata adanya.
Padahal jika kita lihat dan cermati dari sejarah pemberontakan yang pernah terjadi di Indonesia, tidak ada dalam sejarah Republik ini sejak berdirinya hingga saat ini, tercatat ada pemberontakan yang dilakukan oleh kalangan/kelompok Syiah.
Dr. Rumadi, MA, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga Direktur Program The Wahid Institute menegaskan bahwa dilihat dari sejarah pemberontakan terhadap Republik Indonesia, memang belum pernah ada pemberontakan yang dilakukan oleh Syiah baik secara kelompok ataupun secara perorangan (yang mungkin bergabung dengan kelompok pemberontak tertentu) di Republik Indonesia ini.
“Isu seperti itu sebenarnya hanya sekedar bluffing saja ya, orang yang mengatakan Syiah sebagai ancaman bagi NKRI itu secara historis memang mustahil bisa membuktikan,” ujar Dr. Rumadi saat diminta tanggapan tim media Ahlulbait Indonesia via telepon perihal maraknya penyebaran isu Syiah mengancam NKRI.
Lebih jauh Dr. Rumadi menegaskan bahwa saat ini, ada beberapa organisasi yang secara terbuka melakukan ancaman terhadap NKRI, yang di antaranya ingin mendirikan Negara Islam atau Khilafah dan sebagainya, tapi entah kenapa justru tidak disebut sebagai ancaman terhadap NKRI. Inikah salah satu bukti bahwa bangsa kita mudah terpengaruh kamuflase dan propaganda?
Sementara itu, sejarahwan Anhar Gonggong, terkait sejarah pemberontakan yang mengancam NKRI, ternyata satu suara dengan Dr. Rumadi. Anhar menegaskan bahwa tidak ada dalam sejarah Indonesia, Syiah melakukan gerakan pemberontakan terhadap NKRI. Menurutnya, itu tidak pernah terjadi. Ahli sejarah terkemuka ini pun menjelaskan bahwa Kartosuwiryo, Kaharmuzakar maupun Ibnu Hajar yang pernah melakukan pemberontakan terhadap NKRI, mereka semua bukanlah orang Syiah.
Anhar Gonggong kemudian menjelaskan bahwa dalam sebuah pemberontakan terdapat dua hal yang harus dipenuhi. Pertama adalah ideologi yang dimiliki dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat dan yang kedua adalah memiliki kekuatan fisik. Jika dilihat dari kedua hal tersebut, menurut Anhar, kelompok Syiah itu sama sekali tak memiliki keduanya.
Tapi bagaimana tanggapan Anhar saat mendengar begitu marak dan masifnya penyebaran isu Syiah sebagai ancaman bagi NKRI? “Kartosuwiryo, Kaharmuzakar yang memiliki kekuatan besar saja gagal untuk memberontak, apalagi Syiah? Bunuh diri bila Syiah melakukan itu!” tegasnya dengan nada heran saat wawancara via telepon dengan tim media Ahlulbait Indonesia.
“Orang yang mengatakan bahwa Syiah mengancam NKRI itu, bahasa kasarnya adalah ngawur,” tegas Anhar.
Sementara itu, ketua umum DPP Ormas Islam Ahlubait Indonesia Hasan Daliel saat diwawancarai di kantornya terkait berkembangnya isu Syiah sebagai ancaman bagi NKRI justru menegaskan, “Bagi Syiah Indonesia, NKRI adalah harga mati!”
Hasan kemudian menjelaskan bahwa Imamah yang mungkin dikhawatirkan oleh sebagian orang sebagai anti Pancasila adalah tidak benar. Imamah dipahami Syiah tidaklah sama dengan Imamah yang ada di tempat lain yang ingin mengganti NKRI dengan kekhalifahan, Khilafah, Imarah, Daulah, atau apapun saja sebutan lainnya. Imamah yang dipahami oleh Syiah indonesia adalah hubungan spiritual dengan seorang Marja’ atau Fukaha, seperti halnya hubungan spiritual kaum Katolik dengan pemimpin mereka di Vatikan.
“Kami dari Ormas Islam Ahlulbait Indonesia menyatakan dengan tegas bahwa yang paling berharga bagi kami di negeri ini adalah darah suci para pahlawan yang telah memerdekakan negeri ini,” ujar Hasan Daliel kembali menegaskan bahwa Syiah Indonesia akan selalu setia kepada Pancasila dan NKRI.
“Bahkan pemimpin spiritual kami selalu menasihati agar kami berbakti, di manapun kami dilahirkan. Menurut Beliau adalah wajib hukumnya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur di negara kami masing-masing,” tambahnya.
Sungguh ironi bila kita tidak mau belajar dari sejarah kelam pemberontakan di Republik Indonesia ini, yang tidak pernah mencatat Syiah sebagai sebuah ancaman dengan melakukan pemberontakan terhadap Republik Indonesia tercinta ini. Maka, jika kita tidak ingin kembali terjatuh masuk ke lubang yang sama dua kali, jelas sudah bahwa bukan Syiah yang layak diwaspadai sebagai ancaman bagi NKRI.
Tapi biarlah torehan-torehan sejarah yang kelak akan menjawab siapa yang sebenarnya menjadi ancaman bagi NKRI. Biarlah para penuduh itu merasa bebas berekspresi seraya berharap bangsa kita dengan begitu mudahnya mereka tipu dan bodohi. Padahal sebaliknya, tabiat mereka tak ubahnya ibarat dua pepatah: Pertama, “Buruk muka cermin dibelah.” Kedua, “Siapa menepuk air di dulang, pasti terpercik ke muka sendiri.” (*AhlulbaitIndonesia)

Sidney Jones: Teroris Incar Syiah Indonesia

Makin masifnya gerakan anti-Syiah di Indonesia menciptakan kekhawatiran tersendiri bagi peneliti terorisme di Asia Tenggara, Sidney Jones. Penasihat senior International Crisis Group (ICG) di Indonesia ini mengungkapkan bahwa jika hal ini terus dibiarkan, Muslim Syiah Indonesia bukan tak mungkin akan menjadi target baru terorisme.
Dalam wawancara dengan wartawan Media ABI, Sidney Jones menengarai konflik Suriah yang dipersepsi oleh kelompok teroris sebagai konflik Sunni-Syiah –meski sudah jelas Basshar sendiri bukan Syiah– bisa mengubah peta terorisme di Indonesia. “Saya khawatir konflik Suriah yang ditafsirkan di sini sebagai konflik Sunni-Syiah (oleh kelompok radikal). Bisa saja terjadi target Syiah akan naik dalam kalkulasi para teroris di Indonesia,” terang dia.
Hal lain yang juga dikhawatirkannya adalah upaya kelompok radikal mengirimkan warga Indonesia ke Suriah untuk membantu pemberontak di negara itu. “Ini artinya, akan ada generasi teroris yang akan kembali ke Indonesia. Mungkin seperti alumni Afghanistan dulu yang ternyata bisa mengubah pola terorisme di Indonesia.”
Lebih lanjut dia menambahkan, “Mereka akan bisa melakukan aksi yang jauh lebih dahsyat terhadap kelompok-kelompok ini (Syiah).”
“Pernah ada satu perencanaan aksi terorisme terhadap Syiah di Indonesia yang dipimpin oleh Abu Umar. Saat mereka ditangkap, mereka sudah membuat survei beberapa lembaga Syiah di Jakarta. Sejak saat itu muncul daftar 77 lembaga Syiah yang kemudian tersebar melalui facebook dan baru-baru ini dimuat di situs voaislam.com. Ini bisa mendorong kelompok-kelompok jihadi untuk menyerang Syiah,” tambahnya.
Saat ditanya mengapa tiba-tiba saja muncul fenomena propaganda masif kebencian terhadap Syiah ini, Sidney sendiri merasa heran. Ia mengaku sebelumnya tak pernah memikirkan bahwa Syiah akan menjadi target terorisme di Indonesia. “Saya tidak tahu. Tetapi saya kira tidak dari rasa kebencian masyarakat Indonesia sendiri. Karena masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang sudah berabad-abad hidup rukun dan bertoleransi terhadap Syiah.”
Jika bukan asli dari masyarakat Indonesia yang memang selama berabad-abad tercatat hidup damai bersama Syiah, lalu dari manakah propaganda masif yang tiba-tiba saja muncul mengobarkan kebencian sektarian terhadap Syiah ini? (*AhlulbaitIndonesia)

Imam Khomeini, Teladan Pemimpin Islam di Dunia Modern

Dalam ulasan singkat ini akan dijelaskan mengenai sejumlah sifat, karakter dan keistimewaan Imam Khomeini ra yang menyebabkan kemenangan Revolusi Islam Iran. Ketika situasi bangsa dan negara Iran sedang melewati salah satu periode tersulit dalam sejarahnya dan kira-kira semua pengalaman sebelumnya dan berbagai gerakan nasional telah gagal untuk menyelamatkan negara itu, Allah Swt telah menolong dan menganugerahkan kepada bangsa Iran seorang pemimpin yang adil, saleh, bijak, arif dan fakih.

Di masa itu ketika para penjajah asing menyebut Iran sebagai sebuah "pulau tenang"untuk menjarah sumber dayaalamnya, Khomeini Kabir ra dengan kepemimpinannya yang meneladani Rasulullah Saw, telah meruntuhkan rezim kerajaan yang telah berkuasa selama 2.500 tahun dan mengguncang pilar-pilar dominasi dan kekuatan-kekuatan arogansi dunia.

Membangkitkan hati nurani dari tidurnya,memobilisasi kekuatan rakyatdan mengembalikan mereka kepada Islam yang murni hanya mungkin dilakukan oleh seorang pemimpin yang mulia dan agung seperti Imam Khomeini ra. Di puncak ketidakpercayaan dan kekaguman dunia, Imam Khomeini ra pada tanggal 12 Bahman 1357 HS kembali ke Iran dan disambut luar biasa oleh rakyat revolusioner negara itu. Beliau kembali ke Iran setelah 15 tahun diasingkan dan hidup di bawah tekanan dan ancaman para penguasa tiran. Hanya 10 hari setelah kembalinya beliau ke Iran, revolusi terbesar dan paling mengejutkandi abad itu mencapai kemenangannya. Lalu apa keistimewaan Imam Khomeini sehingga mampu membuat perubahan besar di masyarakat Iran dan bahkan mempengaruhi dunia Islam?

Pemerintahan Islam dibentuk untuk mengejar dua tujuan utama: pertama, untuk mengubah masyarakat menuju masyarakat yang ideal dan islami. Kedua, mengantarkan manusia ke posisi sebagai khalifah Allah Swt. Tujuan-tujuan tersebut tidak akan tercapai jika dipimpin oleh seorang pemimpin non-agamis.

Dalam pandangan Islam, kepemimpinan seorang fakih, bijak, adil dan arif dianggap sebagai kebutuhan yang paling penting, baik di masa perubahan dan revolusi maupun di masa stabil dan pembentukan pemerintahan Islam. Imam Khomeini ra adalah seorang fakih dan ulama terkemuka yang memiliki hati yang bersih, iman yang kuat dan yakin kepada kekuatan abadi Allah Swt, di mana beliau tidak menerima penghambat apapun dan tidak tunduk kepada setiap ancaman yang menghalangi tujuan-tujuan mulianya. Beliau adalah seorang pemimpin ilahi.

Sudut pandang Imam Khomeini ra terhadap semua eksistensi seperti dunia, akhirat, manusia dan tujuan penciptaan yaitu untuk menuju kesempurnaan manusia hingga mencapai posisi khalifah Allah Swt, adalah keistimewaan terpenting beliau, di mana tanpa pemahaman benar atas hal itu, maka tidak seorangpun akan mampu memahami jati diri dan kepemimpinan Imam Khomeini ra. Menurut pandangan beliau, dunia dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya akan memiliki nilai ketika mampu menjadi wasilah dan perantara bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mencapai kebahagiaan di akhirat. Seorang pemimpin umat juga tidak keluar dari kaidah tersebut. Seorang pemimpin tidak sendirinya memiliki nilai dan kemuliaan. Yang menyebabkan seorang pemimpin memiliki nilai adalah pelayanannya kepada makhluk Allah Swt.

Imam Khomeini ra menilai kedaulatan mutlak hanya milik Tuhan dan atas dasar tersebut, beliau berulangkali mengatakan, "Kalian memanggilku sebagai pelayan akan lebih baik dari pada kalian memanggilku sebagai Rahbar (pemimpin)." Pendiri Republik Islam Iran itu menganggap manusia sebagai sebuah "wujud malakuti" dan memiliki martabat tinggi. Beliau optimis terhadap kemampuan semua manusia untuk memahami jalan haq dan meniti jalan tersebut. Oleh karena itu, beliau memiliki keyakinan mendalam terhadap pencerahan dan penyadaran masyarakat.

Pemahaman benar dan realistis terhadap sifat dan ciri bangsa Iran adalah karakteristik lain yang dimiliki oleh Imam Khomeini ra. Ketika diwawancarai oleh Hassanein Heikal, seorang wartawan terkemuka Mesir, beliau mengatakan, "Saya mengenal rakyat dan mengabarkan isi hati mereka serta berbicara dengan lisan mereka. Saya mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam dada mereka. Saya mengetahui semua titik-titik lemah (negara) dan menyaksikan transformasi setengah abad lalu. saya memahami, melihat dan merasakan penderitaan masyarakat yang disebabkan oleh intimidasi."

Selain pemahaman yang benar terhadap kondisi, fasilitas dan kekuatan yang dimiliki, juga diperlukan pengenalan yang benar terhadap musuh dan strategi invansifnya, di mana kedua hal itu adalah perlengkapan untuk sebuah perjuangan dan perlawanan yang sukes. Imam Khomeini ra sangat memahami hal itu dengan baik dan beliau menganggap Amerika Serikat sebagai musuh utama setiap bangsa. Pendiri Republik Islam Iran itu mengatakan, "Dunia harus mengetahui bahwa setiap penderitaan yang dialami oleh bangsa Iran dan bangsa-bangsa Muslim di dunia berasal dari AS. Kesengsaraan negara-negara Islam disebabkan oleh intervensi asing dan Amerika dalam menentukan nasib mereka."

Imam Khomeini ra dengan ungkapan sederhana namun tepat dan akurat telah memberitahukan kepada masyarakat tentang berbagai cara dan metode invansif musuh atau konspirasi tersembunyi musuh seperti menebar teror, menabur perpecahan, menyiapkan perang dan persahabatan palsu. Imam Khomeini ra menilai sikap tidak kompromi terhadap kezaliman dan kekuatan-kekuatan arogan sebagai warisan berharga dari para nabi. Beliau mengatakan, "Mereka yang mempersoalkan kami bahwa mengapa kami tidak berkompromi dengan kekuatan-kekuatan korup, adalah dari orang-orang yang melihat segala sesuatu dari sisi materi. Atau mungkin mereka tidak mengetahui bagaimana Anbiya menyikapi kezaliman, atau bahkan mereka mengetahui, tetapi sengaja membuat diri mereka tuli dan buta. Kompromi dengan penindasan adalah kezaliman terhadap orang-orang tertindas. Kompromi dengan kekuatan-kekuatan adidaya berarti penindasan terhadap umat manusia."

Berdasarkan pemikiran tersebut, Imam Khomeini ra tidak pernah tunduk dan menyerah terhadap arogansi Barat, terutama AS. Beliau selalu mengajak rakyat Iran untuk melawan segala bentuk tekanan dan dikte Barat. Pemimpin Revolusi Islam Iran itu menuturkan, "Saya secara tegas mengumumkan kepada seluruh dunia bahwa jika para penjajah dunia memerangi agama kami, maka kami akan melawan mereka."

Sikap tidak menyerah seorang pemimpin terhadap tekanan dan ancaman serta tidak kompromi terhadap para penindas, tidak mungkin dilakukan tanpa penguatan jiwa epik, keberanian dan resistensi. Imam Khomeini adalah contoh sempurna dari seorang pemimpin yang pemberani dan resistan. Beliau mengatakan, "Demi Allah, hingga kini aku tidak pernah merasa takut."

Di sebuah kesempatan lain beliau menegaskan, "Aku telah menyiapkan darah dan jiwa yang tidak berarti ini untuk membela umat Islam, dan aku menunggu kesyahidan. Kekuatan-kekuatan adidaya dan pelayan mereka harus memahami bahwa jika Khomeini hanya sendirian, ia akan tetap melanjutkan jalannya untuk melawan kekufuran dan kemusyrikan, dan dengan bantuan Allah Swt ia akan merampas `tidur nyenyak` para penjajah dan pelayan-pelayan mereka yang memaksakan penindasannya."

Imam Khomeini ra menilai unsur-unsur epik dan keberanian sebagai inti pemerintahan dan kekuatan masyarakat. Menurut beliau, kerapuhan dan lemahnya dunia Islam dalam menghadapi kebijakan ekspansionis kekuatan-kekuatan asing sebagai dampak dari nihilnya jiwa dan semangat kekuatan di kalangan umat Islam. Beliau meminta ulama dan cendekiawan dunia Islam untuk menyelamatkan umat manusia dari cengkeraman kekuatan-kekuatan penjajah melalui penjelasan, tulisan dan perbuatan mereka sehingga ketakutan yang ada di dalam diri orang-orang tertindas akan lenyap dan yang ada hanya keberanian dan resistensi untuk melawan arogansi dunia.

Di bawah naungan pemikiran murni Islam, Imam Khomeini ra meyakini bahwa mustadafin terutama umat Islam dunia tidak seharusnya menunggu bantuan kekuatan-kekuatan besar untuk memperoleh kemuliaan dan kebahagiaan mereka.  Beliau menilai jalan pembebasan adalah tawakal kepada Allah Swt, persatuan, resistensi dan perlawanan. Mengenai hal itu, beliau mengatakan, "Mereka yang membayangkan bahwa para pemilik modal dan orang-orang kaya akan tersadar dengan nasihat dan bergabung dengan para pejuang atau membantu mereka adalah perbuatan yang sia-sia saja. Perlawanan dan kesejahteraan, perjuangan dan kemalasan, penuntut dunia dan pencari akhirat adalah dua kategori yang tidak akan pernah bersama-sama.

Mempelajari dengan teliti kehidupan Imam Khomeini ra akan memahami sebarapa jauh beliau mengamalkan dan komitmen terhadap ajaran Islam. Hidup sederhana dan pengabaian beliau terhadap gemerlapnya dunia bahkan selama delapan tahun menjadi orang nomor satu di Republik Islam Iran, telah membuat kagum semua orang dan kemudian memuji kesederhanaan beliau. (*IRIB)